

Sulut, Minahasa Selatan // MEDIA COBRA BHAYANGKARA NEWS
Sekretaris Daerah (Sekda)Kabupaten Minahasa Selatan , Glady Kawatu, memberikan klarifikasi terbuka mengenai Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang tengah menjadi sorotan publik. Dalam wawancara eksklusif bersama wartawan COBRA BHAYANGKARA NEWS (CBN), pada (Sabtu 8/11/25) Sekda menyampaikan secara rinci sembilan poin penjelasan terkait kelebihan pembayaran honorarium pejabat eselon II pada tahun anggaran 2023–2024.
Menurut Glady Kawatu, dasar permasalahan TGR berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kelebihan pembayaran honorarium di sejumlah perangkat daerah. Hal ini didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur bahwa pejabat eselon II hanya diperbolehkan menerima honorarium Tim Pelaksana Kegiatan maksimal dua kegiatan per bulan.
Berikut penjelasan lengkap Glady Kawatu sebagaimana disampaikan dalam wawancara tersebut:
- Kelebihan Pembayaran Honorarium Tahun 2023–2024
Sekda menjelaskan, TGR yang dikenakan terkait kelebihan pembayaran honorarium untuk tim pelaksana kegiatan lintas perangkat daerah. Berdasarkan ketentuan Perpres dan hasil pemeriksaan BPK, pejabat eselon II hanya dapat menerima honor maksimal untuk dua kegiatan per bulan. Namun dalam praktiknya, terdapat beberapa pejabat termasuk Sekda yang menerima lebih dari dua honor karena ditugaskan dalam berbagai tim koordinasi lintas perangkat daerah seperti Asisten, Bappelitbang, Inspektorat, dan lainnya.
- Klarifikasi dengan BPK dan Penyesuaian Anggaran
Pada tahun 2024, dilakukan klarifikasi antara Pemkab dan BPK. Beberapa honor yang sebelumnya diberikan berdasarkan SK Bupati serta telah direview oleh Inspektorat, disarankan tidak lagi dianggarkan pada tahun berikutnya, namun tidak seluruhnya menjadi TGR. Sebagian tetap harus dikembalikan karena dinilai melampaui ketentuan.
- Pemisahan Makna Tim Pelaksana Kegiatan dan Forum
Tim Pemkab, termasuk Sekda, TAPD, dan beberapa kepala perangkat daerah, berhasil meyakinkan BPK bahwa terdapat perbedaan antara Tim Pelaksana Kegiatan dan Forum-Forum Koordinasi Kesbangpol. Berdasarkan Permendagri, pejabat yang tergabung dalam forum memiliki dasar hukum tersendiri untuk menerima honor. Namun demikian, Pemkab berkomitmen membatasi honorarium maksimal hanya untuk dua tim.
- Posisi Sekda Berbeda dengan Kepala Dinas/Kaban
Glady Kawatu menegaskan, meskipun Sekda termasuk eselon II, kedudukannya berbeda karena merupakan atasan langsung dari Kepala Dinas dan Kepala Badan. Banyak tim di mana Sekda bertindak sebagai ketua, sehingga menurut logika struktural dan tanggung jawab jabatan, seharusnya perlakuan honorarium memiliki perbedaan.
- Kesepakatan dengan Tim BPK Sebelumnya
Penjelasan tersebut diterima oleh tim BPK periode sebelumnya. Hasilnya, pada tahun anggaran 2025 honor Sekda masih dianggarkan untuk tiga forum di Kesbangpol, serta dua kegiatan lainnya, yaitu Ketua TAPD dan honor SIPD.
- Temuan Terbaru BPK Tahun 2025
Namun hasil pemeriksaan BPK tahun 2025 terhadap anggaran 2024 menetapkan bahwa Sekda hanya diperbolehkan menerima dua honorarium, yaitu untuk kegiatan di Kesbang. Honorarium lainnya dinyatakan melampaui ketentuan dan ditetapkan sebagai TGR.
- Honorarium di Luar Pengawasan Langsung Sekda
Ditemukan pula adanya honor tambahan yang ditransfer langsung oleh beberapa kepala perangkat daerah ke rekening Sekda tanpa sepengetahuan langsung. Glady mengakui hal ini luput dari pengawasan karena sistem pembayaran dilakukan langsung oleh PD masing-masing.
- Perbedaan Struktur Eselon Pusat dan Daerah
Dalam klarifikasinya, Sekda menjelaskan bahwa struktur eselon II di pusat dan daerah berbeda secara hierarki. Di kementerian, pejabat eselon II (Direktur atau Deputi) bersifat setara, sedangkan di daerah, Sekda (Eselon IIA) adalah atasan dari Kepala PD/Kadis (Eselon IIB).
Namun BPK menegaskan bahwa untuk mencegah tumpang tindih penghasilan, solusinya adalah peningkatan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Sekda berdasarkan tingkat kepangkatan dan beban jabatan, bukan penambahan honorarium kegiatan.
- Komitmen Pembayaran TGR Secara Bertahap
Glady Kawatu mengakui jumlah TGR yang harus dibayarkan mencapai sekitar Rp100 juta, dan hingga saat ini telah disetorkan sekitar Rp20 juta secara bertahap. Ia menegaskan bahwa pembayaran akan terus dilakukan hingga lunas, seraya berharap sistem penganggaran ke depan lebih tertib dan proporsional.
“Saya menghormati hasil pemeriksaan BPK. Prinsipnya, saya taat hukum dan akan menyelesaikan TGR ini sesuai mekanisme. Ke depan, kami akan lebih berhati-hati dalam penganggaran agar tidak terjadi hal serupa,” ujar Glady Kawatu menutup wawancara.
Penanganan TGR dan pengaturan honorarium pejabat daerah ini berlandaskan pada:
- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap kerugian negara wajib diganti oleh pihak yang menyebabkan kerugian.
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur tanggung jawab pejabat daerah dalam penggunaan anggaran.
- Peraturan Presiden (Perpres) tentang tunjangan dan honorarium pejabat, yang membatasi jumlah honorarium bagi pejabat eselon II maksimal dua kegiatan per bulan.
- Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menegaskan bahwa pembayaran honorarium harus berdasarkan prinsip kewajaran dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.
Keterbukaan Glady Kawatu dalam menjelaskan duduk perkara TGR ini menuai apresiasi dari berbagai pihak. Transparansi dan itikad baik pejabat tinggi daerah seperti Sekda kabupaten Minahasa Selatan dinilai menjadi contoh positif dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan sesuai hukum.
Peliput/ Dm Komaling





