Tapanuli Selatan – Cobra Bhayangkara News
Ada pepatah mengatakan “besar pasak daripada tiang” , besar corong daripada fakta, mungkin kata inilah yang tepat pada publikasi-publikasi yang selalu digaungkan oleh PT. Agincourt Resources (PTAR) Tambang Emas Batangtoru agar indeks kepuasan keberadaan Tambang terhadap masyarakat tampak bagus.
Kenapa tidak, sebab dalam publikasi salah satu media online baru-baru ini disebutkan PT. AR bersama Dinas Pertanian Tapsel , BPP dan Kelompok Tani Binaan melakukan panen perdana uji varietas benih Padi Siporang Organik di areal persawahan Kelompok Tani Aek Pahu, Desa Napa , Kecamatan Batang Toru, Senin (20/03) kemarin.
Dalam publikasi media tersebut hasil pengubinan panen perdana tersebut diperoleh sebanyak 5,2 ton per hektar.
Pada kenyataannya, salah seorang Ketua Kelompok Tani Aek Pahu, Fahri Hasibuan dalam sebuah wawancara , Rabu (29/03) menyebutkan proyek varietas benih padi Siporang Organik ini merugikan petani 2 kali lipat.
“Sebelumnya dalam setiap 1(satu) Rante sawah kami bisa memperoleh 15 kaleng padi, namun setelah memakai sistim organik panen kami menurun menjadi hanya 7 kaleng, ” jelas Fahri.
Keterlibatan PT. AR dalam proyek uji varietas benih Padi Siporang Organik ini hanya memberikan 3 alat semprot , drum kosong untuk media permentasi pupuk organik dan bimbingan pembuatan pupuk organik.
Menurut pengakuan ketua Poktan Aek Pahu, untuk membuat pupuk organik para petani kewalahan akan bahan baku sehingga program ini tidak bisa berkesinambungan.
“Karena pekerjaan kami jadi bertambah, selain bercocok tanam, kami juga harus kerja ekstra dengan terlebih dahulu mencari kotoran binatang untuk membuat pupuk kandang, ” kata ketua Poktan Aek Pahu.
Dibanding menggunakan pupuk konvensional , kerja kami praktis dan panen juga bisa meningkat jika pupuk kimianya tercukupi.
Yang jadi persoalan petani di seantero Indonesia ini adalah ketersediaan pupuk kimia, sebaik apapun varietas benih padinya jika tidak didukung oleh pupuk kimia itu percuma.
H. Mahmud Lubis selaku anggota DPRD Tapsel Fraksi PAN, kepada media menyebutkan rasa heran atas publikasi PT. AR yang selalu fantastis yang ditengarai jauh dari fakta sesungguhnya. Keunggulannya selalu membawa nama-nama pemerintah agar publikasi tersebut seolah benar adanya, padahal fakta lapangan jauh berbeda dengan yang dipublikasikan.
“Lihat saja dalam publikasi media soal panen perdana uji varietas benih padi Siporang, dalam alinea pertama berita dimaksud disebutkan dalam 1(satu) hektar sawah menghasilkan 5,2 ton padi, sedangkan dalam alinea berikutnya PT. AR berniat mengembangkan hasil panen dari 5,6 ton menjadi 5,8 ton.Tentu angka ini membingungkan antara 5,2 ton dengan 5,6 ton, mana yang jadi pegangan? Entah darimana angka ini diperoleh, ” ungkap Mahmud Lubis.
Bicara fakta 5,2 ton per hektar , ternyata menurut pengakuan ketua Poktan Aek Pahu hasil panen uji varietas benih padi Siporang Organik ini ternyata menurunkan hasil produksi dari 15 kaleng per Rante turun menjadi 7 kaleng per rante.
Mahmud menyerukan PT. AR jangan bermimpi untuk mendirikan gilingan padi di Aek Pahu sebagaimana yang diimingkan kepada warga Aek Pahu, sebab gilingan padi yang sudah ada di Desa Batu Hula saja tidak beroperasi sebagaimana mestinya oleh karena pasokan suplai padi tidak mencukupi dan distribusi pemasarannya tidak ada sasaran.
“Jangankan untuk memasarkan hasil produksi, gilingan padi yang direncanakan akan dibangun di Aek Pahu, hasil panen Padi Siporang saja tidak tahu kemana dipasarkan, sebab PT. AR tidak mau menerima hasil panen tersebut karena menurut PT. AR suplai beras untuk kebutuhan karyawan PT. AR sudah disuplai orang pemborong / kontraktor yang membidangi supplai bahan pokok, ” terang Mahmud Lubis.
Memang ada beberapa oknum petinggi di PT. AR yang mau membeli, namun sifatnya hanya temporer tidak berkesinambungan , jika mereka hendak pulang kampung maka mereka memesan untuk beberapa kilogram saja.
Namun harganya biasa saja hanya Rp. 18.000 per kilogram itupun kami harus membersihkan beras tersebut kalau tidak mereka tidak mau beli, hitung-hitungannya sebenarnya kami rugi, ” jelas Mahmud Lubis menceritakan kisah ketua kelompok tani Aek Pahu.
Dari sekian petani yang ada di Aek Pahu ternyata banyak petani dan pemilik sawah tidak mau ikut program Padi Siporang Organik ini, alasannya karena merugikan petani.
Salah seorang mantan anggota DPRD Tapsel, Drs.Mura Siregar yang turut serta dalam kunjungan tersebut sangat menyesalkan PT. AR yang tidak bersedia menampung beras hasil panen kelompok tani tersebut hanya dengan dalih sudah ada supplier yang dihunjuk untuk kebutuhan beras di PT. AR.
Jawaban dan pernyataan PT. AR ini sungguh menyayat hati kami. Karena dalih-dalih seperti ini saja yang kita rasakan selama ini yang mengakibatkan masyarakat lingkar tambang di korbankan dan di korbankan lagi.
Mura berharap, masyarakat tidak dijadikan kelinci percobaan hanya untuk memenuhi publikasi indeks kepuasan saja. Petani saat ini sudah susah jangan dibebankan lagi dengan program-program gagal tanpa perencanaan dan kajian yang matang.
“Sebaiknya untuk membuat suatu program yang melibatkan masyarakat lingkar tambang , pihak PT. AR terlebih dahulu membuat perencanaan dan kajian yang matang dengan melibatkan ahli, sehingga program tersebut tidak mengorbankan masyarakat oleh karena suatu kegagalan, ” jelas Mura.
Pewarta ( Andi Hakim Nasution )