Banyuwangi.Cobra_Bhayangkaranews.co.id Petugas Satpol PP Banyuwangi kembali mengamankan ODGJ di Jalan Ahmad Yani Banyuwangi .
Maraknya Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Banyuwangi mendapatkan perhatian khusus dari Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (Dinsos-PPKB) setempat. Sepanjang tahun 2022 lalu, sebanyak 77 ODGJ terjaring dan mendapatkan fasilitas pendampingan atau pun pengobatan selama menjalani masa rehabilitasi.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial (Rehsos) Dinsos-PPKB Bambang Sungkono mengatakan, kebanyakan ODGJ yang terjaring tidak memiliki atau membawa kartu identitas. Mereka juga tidak bisa mengonfirmasi identitasnya. ”Karena itu, biasanya mereka kami sebut Mr X,” ujarnya.
Menurut Bambang, jika ditemukan ODGJ, seharusnya penanganan utama dilakukan pihak Dinas Kesehatan (Dinkes). Terutama berkaitan penanganan kesehatan jiwa ODGJ tersebut. Setelah itu, jika memang memungkinkan dan mereka bisa berkomunikasi dengan baik, baru ditangani oleh pihak Dinsos-PPKB. ”Tapi selama ini setelah menemukan ODGJ langsung diserahkan kepada kami. Sedangkan, dari Dinsos hanya menangani perawatan seperti memandikan, memberikan kehidupan yang layak, dan perawatan. Jadi sebagian ODGJ kami rehabilitasi di Bina Laras Desa Licin, ada juga yang di Muncar,” ujarnya.
Bambang mengungkapkan, kasus ODGJ tidak hanya menjadi permasalahan di Banyuwangi. Namun, hal tersebut sudah masuk permasalahan nasional. Menurutnya, rata-rata ODGJ yang ditemukan di Banyuwangi adalah buangan dari daerah lain seperti pulau Bali.
Selain itu, ada pula faktor lain, yakni karena penyakit depresi yang diderita sudah terlalu parah sehingga penderita ODGJ akhirnya berkeliaran di wilayah Banyuwangi kota. ”Temuan ODGJ di Banyuwangi memang naik turun, di tahun 2020 ditemukan sejumlah 72 orang, sedangkan 2021 jumlah temuan ODGJ mencapai 81 orang,” kata Bambang.
Bambang menjelaskan, sejauh ini para penderita ODGJ yang telah mendapatkan penanganan paling banyak menderita depresi karena tekanan oleh orang terdekatnya, terutama dari keluarga. ”Setelah jiwanya tenang, sudah bisa berkomunikasi, mereka ternyata terlalu banyak tekanan dan kurang mendapat perlakuan baik. Jadi, langsung mengenai mentalnya,” jelasnya.
Bambang menyebut, hingga saat ini penanganan ODGJ di Banyuwangi masih terkendala dana. Karena para ODGJ yang ditemukan mayoritas tidak mempunyai identitas membuat Dinsos kebingungan untuk menyelesaikan masalah tersebut. ”Karena obat yang diminum pasien itu setiap hari dan cukup banyak. Sedangkan tidak ada keluarga yang bisa dihubungi. Jadi, itu kendalanya masih tentang dana untuk pengobatan ODGJ,” pungkasnya.
( Nurhadi )