PORTAL HUKUM

Mengutuk Keras Menghalang-Halangi Jurnalis Dalam Menjalankan Tugasnya

12 Maret 2023

“Minta Maaf sah saja, Tapi Proses Hukum Harus Berlanjut”

MAKASSAR – SULAWESI SELATAN,-
Insiden menghalang- halangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, kembali menyeruak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Tepatnya, ketika wartawan TVRI Makassar, Awaluddin bersama sejumlah media meliput jalannya persidangan kasus dugaan korupsi dana sewa los dan jasa produksi Pasar Butung Makassar dengan terdakwa Andri Yusuf. Senin (06/03/2023) lalu.

Menghalangi wartawan atau jurnalis pada saat menjalankan tugasnya dapat dipidana. Bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Pasal 18 ayat (1)

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Dengan demikian, seseorang yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi tugas wartawan otomatis melanggar ketentuan pasal tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) selalu saja menekankan, pelarangan, pengusiran dan pelecehan terhadap wartawan yang sedang bertugas. PWI mengingatkan agar semua pihak tidak menghalangi kerja jurnalistik.

Oleh karena itu, diingatkan kepada semua pihak yang terkait, wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum dalam hal ini UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sementara Dewan Kehormatan PWI Pusat juga mengingatkan, menghalang-halangi wartawan yang sedang bertugas, selain merupakan tindak pidana yang dilarang oleh UU Pers. Hal itu juga merupakan pelanggaran berat terhadap asas-asas demokrasi dalam suatu Negara.

Baik PWI dan Dewan Kehormatan PWI Pusat, mengecam segala bentuk dan upaya untuk menghalang-halangi wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Untuk lebih jelasnya, Agung Dharmajaya Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya,menjelaskan, defenisi kekerasan yang terdapat pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu.

Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud ialah kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan pekerjaan jurnalistik atau kekerasan yang diakibatkan oleh karya jurnalistiknya.

Bentuk kekerasan yang dimaksud adalah, satu, kekerasan fisik termasuk penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.

Dua, kekerasan non-fisik termasuk ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan. Tiga, perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

Empat, upaya menghalangi kerja wartawan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, yaitu dengan merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan apa pun yang merintangi tugas wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.

Lima, bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk kepada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.

Mengutuk Keras.

Sebagai jurnalis, bersama kita mengutuk keras setiap upaya mengancam atau merebut kemerdekaan pers ketika rekan wartawan menjalankan tugas jurnalistiknya. Sanksi hukum pidana akan merka terima, jika terdapat pihak manapun yang mencoba menghalang-halangi wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya.

Sebagai jurnalis, dalam rangka menjalankan aktivitas jurnalistik dilindungi Undang-Undang Pers. Karena jurnalis berhak mencari dan menyebarkan informasi kepada public, Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, tertulis aturan tentang pers, termasuk ketentuan umum, asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranan pers.

Terkait dengan insiden yang terjadi di halaman Kantor Pengadilan Negeri Makassar, menjadi sebuah pembelajaranbahwa, pihak yang telah menghalangi-halangi, membentak dan menampar kamera, tidak serta merta hanya bisa minta maaf atas perlakuannya itu.

Permintaan maaf sah-sah saja, namun efek dari insiden itu laporan kepolisian harus berlanjut hingga persidangan. Sebagai bentuk bahwa, jurnalis tidak boleh diperlakukan seperti itu serta efek pembelajaran bagi semua pihak yang arogan terhadap jurnalis.

Kronologis Insiden.

Melansir pemberitaan tvOnenews.com, Selasa (07/03/2023) lalu10:40 WIB, disebutkan, insiden berawal pada saat wartawan TVRI Makassar, Awaluddin bersama wartawan Radar Online dan Berita Kota Makassar melakukan peliputan persidangan dalam agenda mendengarkan keteranga saksi pada kasus dugaan korupsi dana sewa los dan jasa produksi Pasar Butung Makassar dengan terdakwa Andri Yusuf. Senin (06/03/2023) lalu.

Ketika Jurnalis TVRI Makassar, Awaluuddin melapor ke Polrestabes Makassar dengan nomor laporan: 457/III/2023/Reskrim/Restabes MKS/Polda Sulsel.

Untuk melengkapi liputannya, usai persidangan agenda mendengarkan saksi, Awaluddin bersama wartawan Radar Online dan Berita Kota Makassar berusaha mengambil gambar dan merekam Adri Yusuf yang dikawal Jaksa dan keluarga serta anggota jasa Koperasi Bina Duta Pasar Butung menuju kendaraan  yang akan ditumpangi terpakir di halaman Pengadilan Negeri Makassar.

Namun upaya membidikkan lensa kameranya ke Andri Yusuf alias Sewang, ketiga wartawan tersebut dihalangi oleh para pengawalnya, hal itu membuat suasana sempat tegang.

“Kalian dari mana, tidak boleh seenaknya langsung mengambil gambar,” ujar salah satu pengawal yang diketahui bernama Solihin. Selain membentak dan mengintimidasi awak media, para pengawal terdakwa itu datang dan menampar kamera milik TVRI agar tidak merekam terdakwa.

“Kita ada bukti video dan dua saksi, untung saja saya sigap dan menahan kamera saya, seandainya tidak mungkin kamera saya ini jatuh. Ini sudah masuk upaya menghalang-halangi tugas wartawan yang tertuang dalam UU Pers No 40 tahun 1999,” ujar wartawan TVRI Makassar, Awaluddin,

Dalam adu mulut tersebut salah satu dari pegawai Kejaksaan Negeri Makassar datang melerai, sehingga dirinya dilindungi dari para pengawal tersebut.

Mendapat perlakuan yang tidak semestinya, Awal langsung berbalik pulang meninggalkan Pengadilan dan melaporkan intimidasi dan pelarangan peliputan jurnalistik ke Polrestabes Makassar dengan nomor laporan: 457/III/2023/Reskrim/Restabes MKS/Polda Sulsel.

Sekedar diketahui, terdakwa Andri Yusuf dala kasus dugaan korupsi itu, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2022, serta disangka melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

(YAP).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button